Baru-baru ini, kehadiran mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo, atau yang akrab disapa Jokowi, di Forum Ekonomi Baru Bloomberg 2025 mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak. John Micklethwait, Pemimpin Redaksi Bloomberg, menjuluki Jokowi sebagai ‘politisi jalanan’, memberikan pengakuan atas gaya kepemimpinan Jokowi yang dekat dengan rakyat. Micklethwait bahkan membandingkan Jokowi dengan tokoh besar dunia seperti Bill Clinton dan Jacques Chirac yang dikenal bergaul dengan masyarakat dengan cara yang mengesankan.
Pujian yang dilontarkan Micklethwait menyoroti sifat Jokowi yang ramah kepada semua kalangan dan keinginannya untuk selalu turun ke lapangan, mengamati sendiri kondisi masyarakat. Namun, hal ini tidak hanya mendapatkan sambutan positif. Syahganda, Ketua Dewan Direksi GREAT Institute, merespons dengan kritik mengenai kehadiran Jokowi di forum bergengsi itu, menilai bahwa ajang tersebut bukan sekadar persinggahan gratis bagi pemimpin kaliber internasional.
Persoalan yang timbul seputar kritik tersebut menyiratkan ketegangan antara kebutuhan untuk menonjol di panggung internasional dengan persepsi lokal tentang prioritas kepemimpinan. Apakah kehadiran Jokowi di forum internasional lebih banyak memberi manfaat bagi Negara atau sekadar menaikkan citranya di mata dunia? Pertanyaan ini mencuat di tengah desas-desus kemunduran popularitas sang mantan presiden di dalam negeri.
Di sisi lain, forum semacam itu memang dapat membuka peluang baru untuk membangun kerja sama internasional yang saling menguntungkan. Namun, penting untuk mempertimbangkan bagaimana politik domestik memandang langkah-langkah tersebut. Cara Jokowi menangani isu-isu di dalam negeri bisa sangat diuntungkan oleh dukungan dan pengakuan internasional, tetapi efektivitas dari langkah ini sangat bergantung pada cara komunikasi dan diplomasi yang dimainkan oleh tokoh yang terlibat.
Melihat situasi ini, penting bagi pemimpin Indonesia, baik yang saat ini menjabat maupun yang akan datang, untuk menyeimbangkan antara visi internasional dan tanggung jawab domestik yang besar. Keselarasan antara dua dunia ini lebih dari sekadar membawa pulang dokumentasi pujian prestisius. Dibutuhkan refleksi mendalam untuk memastikan bahwa langkah internasional tersebut membawa manfaat nyata bagi pembangunan bangsa dan kesejahteraan rakyat.


