www.outspoke.io – Pembangunan Kalteng kembali mendapat sorotan setelah Wakil Gubernur Edy Pratowo menegaskan pentingnya dukungan DPR RI. Ia menilai, akselerasi program strategis hanya mungkin tercapai bila pusat serta daerah bergerak serentak. Seruan ini bukan sekadar formalitas, tetapi ajakan serius agar pembangunan Kalteng naik kelas. Target utama tentu peningkatan kualitas hidup warga. Namun, jalan menuju ke sana masih penuh tantangan, mulai dari infrastruktur tertinggal hingga kesenjangan layanan dasar.
Seruan Wagub tersebut seharusnya dibaca sebagai momentum baru bagi pembangunan Kalteng. Selama ini, potensi besar di wilayah ini sering terkunci oleh keterbatasan regulasi, anggaran, juga koordinasi antar lembaga. Dukungan politik DPR RI berperan sebagai kunci pembuka. Tanpa komitmen kuat dari legislatif nasional, banyak rencana hanya berakhir sebagai dokumen perencanaan. Tulisan ini mengulas makna ajakan sinergi itu, dampaknya bagi masyarakat, serta mengapa pembangunan Kalteng perlu didefinisikan ulang agar lebih adil serta berkelanjutan.
Pembangunan Kalteng sebagai Agenda Nasional
Pembangunan Kalteng sering diposisikan sebatas urusan daerah, padahal implikasinya jauh melampaui batas administratif provinsi. Letak strategis di jantung Kalimantan membuat wilayah ini berperan sebagai penopang konektivitas Pulau Kalimantan. Kalteng juga menyumbang sumber daya alam melimpah, mulai hasil hutan, pertanian, hingga energi. Karena itu, pembangunan Kalteng seharusnya menjadi bagian integral agenda nasional. Bukan hanya untuk mengejar ketertinggalan, tetapi juga mengatur ulang model pengelolaan sumber daya agar tidak terus merugikan masyarakat lokal.
Dalam konteks itu, dorongan Wagub Edy agar DPR RI lebih terlibat menjadi sangat relevan. DPR memegang fungsi legislasi, anggaran, juga pengawasan. Tiga fungsi tersebut menentukan arah pembangunan Kalteng. Misalnya, revisi regulasi yang menghambat investasi berkelanjutan, penambahan porsi anggaran infrastruktur dasar, hingga pengawasan atas program lintas kementerian. Tanpa dukungan DPR, pemerintah provinsi sering terjebak pada ruang gerak sempit, bergantung skema dana terbatas serta program sektoral yang tidak selalu cocok dengan kebutuhan lokal.
Saya melihat ajakan sinergi itu sebagai pengakuan bahwa pembangunan Kalteng tidak bisa lagi dilakukan parsial. Pendekatan lama cenderung berorientasi proyek fisik jangka pendek. Jalan dibangun, jembatan diresmikan, tetapi koneksi antarkebijakan lemah. Padahal warga butuh ekosistem pembangunan menyeluruh. Infrastruktur harus terhubung dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, reformasi birokrasi, juga penguatan ekonomi lokal. DPR RI memiliki posisi strategis untuk mendorong integrasi tersebut, karena berada di pusat arus kebijakan nasional.
Peran Strategis DPR RI untuk Percepatan Pembangunan Kalteng
Percepatan pembangunan Kalteng mensyaratkan dukungan kebijakan fiskal lebih progresif. Di sini DPR RI memegang kendali alokasi anggaran negara. Bila Kalteng hanya dipandang sebagai daerah kaya sumber daya tanpa memperoleh porsi cukup dari APBN, kesenjangan struktural makin melebar. DPR perlu memastikan skema transfer ke daerah memberi ruang lebih luas bagi provinsi ini untuk mengembangkan layanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, serta akses air bersih. Anggaran bukan sekadar angka, melainkan sarana koreksi ketimpangan historis antara pusat dan daerah.
Selain anggaran, dukungan regulasi menjadi faktor krusial. Banyak rencana pembangunan Kalteng tertahan izin, tumpang tindih aturan, atau kepastian lahan yang lemah. DPR memiliki kewenangan menginisiasi maupun merevisi undang-undang yang berimbas langsung ke daerah. Bagi saya, inilah arena penting yang sering kurang tampak di permukaan. Ketika Wagub Edy meminta sinergi, sebenarnya ia juga sedang menyoroti kebutuhan revisi aturan agar program berjalan tanpa hambatan birokratis berlebihan. Pembangunan Kalteng akan lebih gesit bila payung hukumnya jelas, sederhana, lalu berpihak pada warga.
Tidak kalah penting ialah fungsi pengawasan. Banyak program pusat masuk ke daerah hanya sebagai formalitas laporan. Indikator tercapai di dokumen, tetapi dampak nyata hampir tidak terasa. Di titik tersebut, DPR RI berkewajiban memeriksa seberapa besar kebijakan nasional benar-benar menyentuh masyarakat Kalteng. Pengawasan efektif turut melindungi warga dari praktik koruptif berskala lokal sampai nasional. Pembangunan Kalteng sejatinya bukan perlombaan menghabiskan anggaran, melainkan upaya menata ulang cara negara hadir di wilayah yang lama dianaktirikan.
Tantangan Nyata dan Harapan Baru bagi Masyarakat Kalteng
Bila melihat peta persoalan, pembangunan Kalteng menghadapi tantangan ganda. Infrastruktur masih timpang antara kota dan pedalaman, akses layanan publik belum merata, lalu eksploitasi sumber daya sering menyingkirkan hak komunitas lokal. Dalam pandangan saya, seruan Wagub Edy kepada DPR RI bisa menjadi titik balik bila diikuti langkah konkret. Sinergi ideal bukan hanya pertemuan resmi atau kunjungan kerja singkat, melainkan penyusunan agenda bersama yang terukur. Masyarakat Kalteng patut berharap, namun juga perlu kritis. Tekanan publik dibutuhkan agar janji percepatan pembangunan Kalteng tidak berhenti pada wacana politik semata. Refleksi penting bagi kita semua: pembangunan sejati selalu diukur dari sejauh mana martabat warga terjaga, bukan berdasarkan seberapa panjang daftar proyek di atas kertas.


